Indolinear.com, Jakarta – Di balik tenangnya perairan Danau Tanganyika di foto bawah ini, jangan kira tidak ada buayanya.
Danau terbesar kedua di Afrika itu merupakan tempat tinggal spesies Buaya Nil (Crocodylus niloticus).
Di antara ratusan Buaya Nil yang menghuni danau itu, ada satu yang masih disebut-sebut namanya sampai sekarang.
Setiap kali penduduk setempat melihatnya, mereka akan bertanya-tanya ‘Sudah berapa banyak manusia di dalam perut reptil itu? Mungkin hampir 300 orang’.
Buaya misterius itu oleh warga diperkirakan berusia 60 tahun. Namun ada ciri yang membuat buaya tersebut dikenal sangat menakutkan.
Di tubuhnya terdapat bekas luka tembakan sebanyak tiga kali. Bayangkan, kena tembak tiga kali oleh pemburu, tapi dia masih bisa hidup sampai sekarang.
Karena ukurannya yang sangat besar, raja air tawar ini lebih tertarik menyantap hidangan yang lebih besar. Tidak cukup makan ikan saja seperti buaya umumnya.
Menariknya, buaya ini konon rela diet atau ‘puasa’ berbulan-bulan untuk menunggu mangsa berikutnya. Biasanya nelayan dan anak-anak menjadi menunya karena lebih mudah ditangkap.
Buaya yang belakangan diberi nama Gustave ini akan mengibaskan ekor yang sangat kuat ke mangsanya sebelum membuat mereka lemas, dilansir dari Dream.co.id (16/07/2022).
Di antara mangsa Gustave yang paling membuat heboh adalah pekerja kedutaan Rusia saat sedang mandi di Danau Tanganyika.
Berita tentang pembunuh berantai akuatik berdarah dingin di danau itu sampai ke telinga seorang pemburu asal Prancis, Patrice Faye.
Selama dua tahun Faye memantau dan meneliti gerak gerik reptil tersebut. Dia bahkan sempat membuat film dokumenter berjudul The Killer Croc.
Film yang tayang pada tahun 2014 itu memperlihatkan usaha Faye untuk menjerat buaya misterius itu. Dia begitu terobsesi dengan misinya.
Sekadar info, nama Gustave merupakan pemberian Faye kepada Buaya Nil raksasa yang hidup di Danau Tanganyika itu.
Faye memasang jebakan besar untuk memburu buaya raksasa itu, tetapi tidak berhasil. Menurut Faye, Gustave sangat cerdas.
Buaya Nil satu ini tidak mudah tertipu. Tidak sampai di situ saja, Faye meyakini Gustave memiliki naluri bertahan hidup yang tinggi.
Pada percobaan pertama, digunakan sangkar berukuran 9 meter, berbagai umpan ditempatkan di dalamnya tetapi tidak dapat menarik nafsu makan Gustave.
Kemudian tim Faye memasang tiga jebakan raksasa di tepi sungai yang lebih strategis, tetapi hanya buaya kecil yang malah terperangkap di dalamnya.
Pada minggu terakhir sebelum Faye dan timnya meninggalkan Afrika, mereka mengumpankan seekor kambing hidup ke dalam sangkar.
Sayangnya, kameranya rusak parah akibat badai semalam. Keesokan harinya, sangkar ditemukan setengah terapung dan kambing itu menghilang entah ke mana, tidak ada yang tahu apa yang terjadi kemarin.
Akhirnya Faye menyerah dan mulai memasang pelacak pada buaya biasa untuk mempelajari perilaku Gustave dengan bantuan penduduk setempat.
Terkadang Faye juga menanyakan tentang Gustave melalui beberapa informan yang dibekali ponsel genggam, namun tidak mendapatkan banyak informasi.
Keberadaan buaya legendaris itu jadi sulit dilacak. Faye tak pernah mendapatkan informasi yang akurat mengenai buaya raksasa itu.
Apakah sedang bersembunyi atau pindah ke tempat lain setelah habitatnya dirusak manusia? Atau mungkin sudah menjadi ikat pinggang atau tas tangan. Jika mati, di mana bangkai buaya raksasa itu?
Hingga sampai sekarang tidak diketahui nasib Buaya Nil raksasa penghuni Danau Tanganyika itu. Semuanya masih serba misterius. (Uli)